Besar Cinta Rasulullah Kepada Umatnya

Senin, 29 Maret 2010

Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang
dicontohkan Allah lewat Detik-detik Rasulullah saw menjelang sakratul
kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah
mulai menguning,
burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap.
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan
petuah, "Wahai
umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta
kasih-Nya.
Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua
hal pada kalian,
sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku,

berati mencintai
aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan
bersama-sama masuk
surga bersama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata
Rasulullah yang
teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar
menatap mata itu dengan
berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas
dan tangisnya.
Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan
kepalanya
dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.
"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati
semua sahabat
kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan

tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal
dengan sigap
menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari
mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti
akan menahan
detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi,

tapi pintu Rasulullah
masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang
terbaring lemah
dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi
pelepah kurma yang
menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang
berseru mengucapkan
salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak
mengizinkannya
masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah

yang membalikkan
badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata
sudah membuka mata
dan bertanya pada Fatimah,"Siapakah itu wahai anakku?"

"Tak tahulah aku
ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya,"
tutur Fatimah
lembut.
Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan

yang
menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak
di kenang. "Ketahuilah,
dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah
yang memisahkan
pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata
Rasulullah, Fatimah pun
menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah
menanyakan kenapa
Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril

yang sebelumnya
sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh
kekasih Allah dan penghulu
dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?"
Tanya Rasululllah
dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit
telah terbuka, para
malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka
lebar menanti
kedatanganmu," kata jibril.
Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya

masih penuh
kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar kabar ini?"
Tanya Jibril lagi.
"Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah
berfirman kepadaku:
'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat
Muhammad telah berada
didalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan
tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah
bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit
sakaratul maut ini."
Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang
di sampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka.
"Jijikkah kau melihatku,
hingga kaupalingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah
pada Malaikat
pengantar wahyu itu. " Siapakah yang tega, melihat
kekasih Allah direnggut
ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena

sakit yang tak
tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat niat maut ini,
timpakan saja semua
siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan
Rasulullah mulai
dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar
seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera
mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku,
peliharalah shalat dan
santuni orang-orang
lemah di antaramu."
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan,
sahabat saling
berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan

Ali kembali mendekatkan
telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku,
umatku"
Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini,
mampukah kita
mencinta sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa

baarik wa salim
'alaihi
* * *
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Kirimkan
kepada sahabat-2
muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk mencintai
Allah dan RasulNya,
seperti Allah dan Rasulnya mencinta kita. Karena
sesungguhnya selain
daripada itu hanyalah fana belaka.

Read More

ANTARA CINTA DAN NAFSU

Cinta dan nafsu bagaikan dua saudara kembar yang sulit dipisahkan.
Cinta kadang membuat seseorang menjadi buta dan mendewakan
hawa nafsunya daripada akal sehatnya. Cinta dapat membuat seseorang
mabuk kepayang dan mengorbankan kehormatan dan norma dirinya
sendiri.Cinta membuat seorang raja bagaikan seorang budak
Dan cinta seringkali diatasnamakan oleh orang-orang yang mengejar
kenikmatan untuk memuaskan hawa nafsunya belaka.

Islam tidaklah mengingkari perasaan cinta antara dua anak manusia
tetapi islam mengajarkan untuk menempatkan perasaan cinta itu
dalam proporsinya yang wajar.Islam mengajarkan bahwa kecintaan
kepada Allah dan Rasul-Nya haruslah lebih utama daripada
kecintaan kepada lawan jenisnya.Dengan memiliki kecintaan
ini niscaya dua orang yang sedang saling mencinta akan tetap
menjaga cintanya tetap suci jauh dari perilaku yang dilarang
Allah dan Rasul-Nya yang akan mengotori cinta itu sendiri .
Kecintaan seperti inilah yang akan mengobati rasa sakit
akibat cinta itu dan manumbuhkan perasaan kasih sayang
yang tulus

Islam sangatlah melarang untuk menempatkan rasa cinta
terhadap sesuatu diatas kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya
karena kecintaan seperti itu hanyalah akan membawa malapetaka
dan bukanlah kebaikan

Dan diantara manusia ada yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah , mereka menyintainya sebagaimana mereka mencintai
Allah.Adapun orang orang beriman amat sangat cintanya kepada
Allah (Al Baqarah ayat 165)

"Tidaklah seseorang diantara kalian beriman sehingga aku menjadi
orang yang lebih dia cintai daripada anak dan bapaknya serta
semua manusia (HR Ahmad)

Kecintaan yang tulus kepada Allah dan Rasul-Nya memberikan
ketenangan dalam hidupnya terhadap persoalan-persoalan cinta
serta mengendalikan gejolak nafsunya kepada hal yang diridhai
Allah.Kecintaannya pada Allah dan Rasul-Nya mampu menahan
godaan-godaan yang lebih diakibatkan nafsu birahi yang mampu
menjerumuskannya dan kekasihnya ke jalan yang dimurkai
Allah.Karena cinta yang tulus dan murni itu datangnya hanyalah
dari Allah sebagai sebuah fitrah yang harus disyukuri bukan
didurhakai.]

Read More

Proses-proses Taubat

Minggu, 14 Maret 2010

PROSES-PROSES TAUBAT
Ada 3 syarat untuk Taubatan Nasuha (taubat total) :

1. MENGHAYATI SYARAT-SYARAT POKOK TAUBAT
1.1. Terhadap masa lalu : menyesali secara serius kesalahan masa lalu, harus ada perasaan bersalah, bahkan merasa jijik/ merasa kotor ketika mengingat masa lalu yang buruk
1.2. Terhadap masa kini : mencabut lepas secara total saat ini juga semua perbuatan buruk yang bertentangan dengan agama
1.3. Terhadap masa depan :
1.3.1 meniatkan dengan sungguh-sungguh (komitmen yang keras) untuk tidak kembali ke masa lalu yang buruk
1.3.2 memurnikan perbuatan : hanya minta yang halal, menolak yang haram, membayar hutang dosa masa lalu sebisanya, hutang dosa pada Allah mudah dilakukan sedang hutang dosa pada manusia harus dilakukan langsung (kalau tidak sanggup, mintalah tolong agar Allah yang membayarkannya, sungguh Allah Maha Penolong dan Maha Pengampun),

2. MENGHAYATI MAKNA DOSA
Memahami dengan baik perintah & larangan agama, halal & haram menurut syariat Islam, serta hal-hal yang tergolong sunnah, makruh dan mubah. Harus ada perubahan sikap kita dalam memandang kewajiban dan larang agama, sebagai contoh :
Kalau dulu, hanya merasa berdosa bila :
- Tidak melaksanakan kewajiban (misalnya tidak sholat, tidak puasa dll)
- Melaksanakan yang dilarang agama (misalnya mencuri, berzinah, dll)
Maka sekarang harus punya sikap yang lebih peka terhadap dosa, yaitu merasa ‘bersalah’ bila :
- Tidak melaksanakan hal-hal yang sunnah (misalnya sholat sunnah, bersedekah, dll)
- Melaksanakan hal-hal yang makruh atau berlebihan dalam hal mubah

3. MENGHAYATI SIKAP ISTIQOMAH DALAM TAUBAT
Yaitu memelihara kondisi taubat dengan konsisten, misalnya melalui :
1. Merubah pergaulan, mengganti teman yang berpengaruh buruk dengan teman-teman yang soleh
2. Merubah suasana rumah menjadi lebih Islami, menyingkirkan hal-hal yang berpotensi untuk mengundang dosa dari rumah kita, misal tontonan yang tak bermanfaat atau barang-barang haram
3. Secara reguler mengikuti pengajian dan membaca buku-buku mengenai Islam
4. Memperbanyak dzikir tentang taubat setiap harinya
5. Melatih diri dengan memperbanyak menjalankan hal-hal yang sunnah
6. Berdoa agar kita tidak kembali ke masa lalu atau berpaling ke ajaran yang sesat (ya Allah janganlah engkau sesatkan aku sesudah engkau beri jalan yang lurus)

Proses taubat selalu melewati proses ujian untuk mencapai loncatan level taubat yang setinggi mungkin. Ada yang hanya melompat (dari lembah dosa) setinggi seorang ahli dzikir, ada yang setinggi ahli dakwah, ada pula yang setinggi seorang ulama. Ada pula yang gagal melompat hingga kembali ke lembah yang sama, ini biasanya terjadi karena kesombongan yang masih sulit ia tinggalkan. Kesombongan (ego dan sejenisnya) akan menjelma menjadi buaian-buaian yang berpotensi memperindah masa lalu yang buruk, karena itu ia harus dilepas dulu secara total.

Orang yang bertaubat secara total (taubatan nasuha) akan dihapuskan dosanya secara total pula. Selain itu ada hadiah yang akan diterimanya di dunia, seperti pernah disabdakan Rasulullah SAW, yaitu bahwa Allah akan mengkaruniakan 4 hal dibawah ini (atau yang setara dengannya) bagi orang yang bertaubat secara total :
1. Terhindar dari ‘kekeringan’
2. Diberi ‘harta’
3. Diberi ‘anak’
4. Diberi ‘sungai’

Taubat bukan saja konsumsi bagi orang yang berlumuran dosa, bahkan Rasulullah SAW selalu mengulang-ngulang dzikir taubatnya minimal sebanyak 70 kali sehari. Setiap manusia ada berjuta kemungkinan untuk berbuat dosa setiap detiknya, entah dia ulama atau orang biasa, entah itu dosa ketika tergiur melihat lawan jenis yang tidak senonoh pakaiannya, atau dosa karena tidak sabar, atau dosa karena merasa berjasa, dll.

(M. Taufiqurahman S.)

Read More

Menyempurnakan Ikhlas

Berhati-hatilah bagi orang-orang yang ibadahnya temporal, karena bisa jadi perbuatan tersebut merupakan tanda-tanda keikhlasannya belum sempurna. Karena aktivitas ibadah yang dilakukan secara temporal tiada lain, ukurannya adalah urusan duniawi. Ia hanya akan dilakukan kalau sedang butuh, sedang dilanda musibah, atau sedang disempitkan oleh ujian dan kesusahan, jadi meningkatlah amal ibadahnya. Tidak demikian halnya ketika pertolongan Allah datang, kemudahan menghampiri, kesenangan berdatangan, justru kemampuan bersenang-senangnya bersama Allah malah menghilang.
Bagi yang amalnya temporal, ketika menjelang pernikahan saja tiba-tiba saja ibadahnya meningkat, shalat wajib tepat waktu, tahajud nampak khusyu tapi anehnya ketika sudah menikah, jangankan tahajud, shalat subuh pun terlambat. Ini perbuatan yang memalukan. Sudah diberi kesenangan, justru malah melalaikan perintah-Nya. Harusnya sesudah manikah berusaha lebih gigih lagi dalam ber-taqarub kepada Allah sebagai bentuk ingkapan rasa syukur. Ketika berwudhu, misalnya ternyata disamping ada seorang ulama yang cukup terkenal dan disegani, wudhu kita pun secara sadar atau tidak tiba-tiba dibagus-baguskan. Lain lagi ketika tidak ada siapa pun yang melihat, wudhu kitapun kembali dilakukan dengan seadanya dan lebih dipercepat. Atau ketika menjadi imam shalat, bacaan Qur’an kita kadangkala digetar-getarkan atau disedih-sedihkan agar orang lain ikut sedih. Tapi sebaliknya ketika shalat sendiri, shalat kita menjadi kilat, padat dan cepat. Kalau shalat sendirian dia begitu gesit, tapi kalau ada orang lain jadi kelihatan bagus. Hati-hatilah bisa jadi ada sesuatu dibalik ketidak-ikhlasannya ibadah-ibadah kita ini. Karenanya kalau melihat amal-amal yang kita lakukan jadi melemah kualitas dan kuantitasnya ketika diberi kesenangan, maka itulah tanda bahwa kita kurang ikhlas dalam beramal.

Hal ini berbeda dengan hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam ikhlas, maqam dimana seorang hamba mampu beribadah secara istiqomah dan terus-menerus berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja bersimpuh sujud merindukan pertolongan Allah. Sedangkan ketika diberi kelapangan dan kesenangan yang lebih lagi, justru dia semakin bersimpuh dan bersyukur lagi atas nikmat-Nya ini. Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi ada atau tidak ada orang yang memperhatikan adalah sama saja. Berbeda dengan orang yang kurang ikhlas, ibadahnya justru akan dilakukan lebih bagus ketika ada orang lain memperhatikannya, apalagi bila orang tersebut dihormati dan disegani.
Sungguh suatu keberuntungan yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas ini. Betapa tidak ? Orang-orang ikhlas akan senantiasa dianugerahi pahala, bahkan bagi orang-orang ikhlas, amal-amal mubah pun pahalanya akan berubah jadi pahala amalan sunah atau wajib. Hal ini akibat niatnya yang bagus. Berkaitan dengan niat ini seorang ulama ahli hikmah berkata, “Terkadang amal yang sedikit menjadi ba nyak oleh sebab niat, dan sebaliknya kadangkala amal yang banyak menjadi sedikit hasilnya, juga karena niat !”.
Pantaslah bila Yahya bin Abi Katsir menganjurkan kepada kita untuk senantiasa mempelajari dan mengetahui akan pentingnya niat ini dalam beramal, dia berkata, “Pelajarilah niat, karena ia lebih menyampaikan kepada tujuan ketimbang amal”.
Rasulullah SAW sendiri menasihatkan kepada kita, “Bahwa sesungguhnya amal itu tergantung kepada niatnya, dan bagi seseorang adalah apa yang ia niatkan. Maka, barangsiapa yang niat hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia atau karena perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu adalah kepada apa yang ditujunya.” (H.R Bukhari)

Maka, bagi orang-orang yang ikhlas, dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali ia kemas niatnya lurus kepada Allah saja. Kalau hendak duduk di kursi diucapkannya, “Bismillahirrahmanirrahiim, ya Allah semoga aktivitas duduk ini menjadi amal kebaikan”. Lisannya yang bening senantiasa memuji Allah atas nikmatnya berupa karunia bisa duduk sehingga ia dapat beristirahat menghilangkan kepenatan. Jadilah aktivitas duduk ini sarana taqarrub kepada Allah. Karena banyak pula orang yang melakukan aktivitas duduk, namun tidak mendapatkan pertambahan nilai apapun, selain menaruh (maaf !) pantat dikursi. Tidak usah heran bila suatu saat Allah memberi peringatan dengan sakit ambeien atau bisul, sekedar kenang-kenangan bahwa aktivitas duduk adalah anugerah nikmat yang Allah ‘karuniakan’ kepada kita.
Begitupun ketika makan, sempurnakan niat dalam hati, sebab sudah seharusnya di lubuk hati yang paling dalam kita meyakini bahwa Allah-lah yang memberi makan tiap hari, tiada satu hari pun yang luput dari limpahan curahan nikmatnya. Kalau membeli sesuatu, diperhitungkan juga bahwa apa yang dibeli diniatkan karena Allah. Ketika membeli kendaraan, niatkan karena Allah. Karena menurut Rasulullah SAW, kendaraan itu ada 3 jenis, 1) Kendaraan untuk Alah 2) Kendaraan untuk syetan 3) Kendaraan untuk dirinya sendiri. Apa cirinya ? Kalau niatnya benar, dipakai untuk maslahat ibadah, maslahat agama, maka inilah kendaraan untuk Allah. Tapi kalau sekedar untuk pamer, riya, ujub maka inilah kendaraan untuk syetan. Sedangkan kendaraan untuk dirinya sendiri, misalkan kuda dipelihara, dikembang-biakan dipakai tanpa niat, maka inilah kendaraan untuk dirinya sendiri. Pastikan bahwa jikalau kita membeli kendaraan, niat kita tiada lain hanyalah karena Allah. Karenanya bermohon saja kepada Allah, “Ya Allah saya butuh kendaraan yang layak, yang bisa meringankan untuk menuntut ilmu, yang bisa meringankan untuk berbuat amal, yang bisa meringankan dalam menjaga amanah”. Subhanallah bagi orang yang telah meniatkan seperti ini, maka bensinnya, tempat duduknya, shock breaker-nya dan semuanya dari kendaraan itu ada dalam timbangan kebaikan, insya Allah. sebaliknya jika digunakan untuk maksiat, maka kita jugalah yang akan menanggung balasan dosanya.

Kedahsyatan lain dari seorang hamba yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal, walaupun sebenarnya belum menyempurnakan amalnya, bahkan belum mengamalkannya. Inilah istimewanya amalan orang yang ikhlas. Suatu saat, misalkan, hati sudah bulat meniatkan mau bangun malam untuk tahajud, “Ya Allah saya ingin tahajud jam 03.30 ya Allah”. Weker pun diputar, istri diberitahu. Berdoa dan tidurlah ia dengan tekad bulat akan bangun tahajud. Sayangnya ketika terbangun ternyata sudah azan subuh. Bagi hamba yang ikhlas, justru dia akan gembira bercampur sedih. Sedih karena tidak kebagian shalat tahajud dan gembira karena masih kebagian pahalanya. Bagi yang sudah berniat untuk tahajud dan tidak dibangunkan oleh Allah, maka kalau ia sudah bertekad, Allah pasti akan memberikan pahalanya. Mungkin Allah tahu, hari-hari yang kita lalui akan menguras tenaga. Allah Mahatahu apa yang akan terjadi, Allah juga Mahatahu bahwa kita mungkin telah defisit energi karena kesibukan kita terlalu banyak. Hanya Allah-lah yang menidurkan kita dengan pulas.

Sungguh apapun amal yang dilakukan seorang hamba yang ikhlas akan tetap bermakna, akan tetap bernilai, dan akan tetap mendapatkan balasan pahala yang setimpal. Subhanallah.
(Oleh : K.H. Abdullah Gymnastiar - Ketua Ponpes Daarut-Tauhiid - Bandung)

http://abuharits.patra.net.id/id96.htm

Read More

Mata yang Selamat

Rasulullah SAW bersabda, ''Semua mata akan menangis pada hari kiamat, kecuali tiga mata. Pertama, mata yang menangis karena takut kepada Allah. Kedua, mata yang dipalingkan dari apa-apa yang diharamkan Allah. Ketiga, mata yang tidak tidur karena mempertahankan agama Allah.''

Dalam suatu riwayat, ahli tasawuf bernama Fudhail bin Ayyadh, semula adalah seorang yang hanya mengejar-ngejar hawa nafsu dan berkelana di tempat-tempat maksiat hingga larut malam. Suatu malam, ketika ia pulang dalam keadaan sempoyongan, dia mendengar sayup-sayup seseorang membaca Alquran dari sebuah rumah.''Belum datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang yang fasik.'' (QS al-Hadid (57): 16).

Sesampainya di rumah, ia mengulangi bacaan yang didengarnya itu. Tanpa terasa, air mata mengalir di pipinya. Ia merasakan ketakutan yang luar biasa. Hatinya bergetar ketika mengingat perbuatan maksiat yang pernah dilakukan. Akhirnya, ia kembali ke jalan yang benar karena takut kepada Allah SWT.

Berbahagialah orang yang pernah bersalah dalam hidupnya kemudian menyesal dan matanya basah dengan air mata penyesalan. Allah SWT Maha Pengampun atas dosa yang telah dilakukan hamba-Nya. Mata seperti itu, insya Allah, termasuk mata yang tidak pernah menangis di hari kiamat.

Kedua, mata yang dipalingkan dari hal-hal yang dilarang Allah SWT. Nabi Yusuf menolak ajakan Zulaikha untuk berbuat maksiat. Dengan kondisi dan kesempatan yang ada, Nabi Yusuf mampu mengalahkan hawa nafsunya. Melihat kondisi saat ini, mata kita rawan dari hal-hal yang berbau pornografi, baik melalui media cetak, elektronik, maupun kejadian sehari-hari. Dengan mudah siapa pun dapat melihat gambar-gambar yang membangkitkan syahwat.

Bahkan yang menyedihkan, hal itu menjadi kebiasaan dan dianggap wajar oleh sebagian masyarakat. Mata yang tidak pernah menangis di hari kiamat adalah mata yang mampu berpaling dari yang dilarang Allah SWT, termasuk apa pun yang berbau pornografi.

Ketiga, mata yang tidak tidur karena membela agama Allah SWT. Contohnya, mata para pejuang Islam yang mempertahankan keutuhan agama dan menegakkan tonggak Islam. Perjuangan ini bukan hanya jihad dalam arti berperang saja, namun juga setiap tindakan yang bertujuan membela kemurnian agama Allah SWT. Memang, tidak mudah untuk memiliki mata yang tak pernah menangis di hari kiamat. Dibutuhkan kesabaran dan perjuangan untuk mendapatkannya.

(Sumber, Alfun Khusnia, Republika, 29 April 2006 )

Read More

Hal-hal Yang Berpotensi Merusak Persaudaraan Sesama Muslim

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu ….” (Al-Hujurat: 10)
“Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada di dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (Al-Hijr: 47).

Berapa banyak kehidupan yang berubah menjadi keras ketika ikatan persaudaraan telah pupus, ketika sumber-sumber kecintaan karena Allah telah kering, ketika individualisme telah menggeser nilai-nilai persaudaraan, saat itu setiap individu berada dalam kehidupan yang sulit, merasa terpisah menyendiri dari masyarakatnya.Perilaku kebanyakan manusia pada umumnya telah tercemari oleh hal-hal yang dapat merusak persaudaraan, yang terkadang mereka menyadarinya dan terkadang tidak. Oleh sebab itu, kami akan mencoba memaparkan beberapa hal yang dapat merusak persahabatan dan persaudaraan. Sebelumnya, akan kami kemukakan terlebih dahulu beberapa hadis dan perkataan para ulama salaf mengenai hubungan persaudaraan.
Dalam sebuah hadis yang menerangkan tentang tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari tiada naungan kecuali naungan Allah, Rasulullah menyebutkan salah satu di antaranya adalah, “Dan dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah, mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya.” (HR Bukhari dan Muslim). Dan di dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman, “Orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, berhak atas kecintaan-Ku ….” (HR Malik dan Ahmad). Muhammad bin Munkadir ketika ditanya tentang kenikmatannya dalam kehidupan ini, beliau menjawab, “Ketika bertemu dengan saudara-saudara (sahabat-sahabat), dan membahagiakan mereka.” Al-Hasan berkata, “Kami lebih mencintai sahabat-sahabat kami daripada keluarga kami, karena sahabat-sahabat kami mengingatkan kami akan kehidupan akhirat, sedangkan keluarga kami mengingatkan kami akan kehidupan dunia.” Khalid bin Shafwan berkata, “Orang yang lemah adalah yang sedikit menjalin persaudaraan.”
Perhatikanlah beberapa perkataan di atas, baik dari ayat-ayat Allah, hadis, maupun perkataan para ulama, kemudian lihatlah pada kenyataan, tentu akan menunjukkan kebenarannya. Siapakah yang menolongmu untuk mampu tetap teguh memegangi hidayah? Siapakah yang meneguhkan kamu untuk tetap istikamah? Siapakah yang menemani kamu ketika dirundung bencana dan malapetaka? Karena itu Umar pernah berkata, “Bertemu dengan para ikhwan bisa menghilangkan kegalauan dan kesedihan hati.”
Jika demikian, bagaimana mungkin seorang yang berakal akan mengesampingkan ukhuwah dan lebih memilih kehidupan yang kacau dan carut-marut.

Hal-hal yang dapat merusak ukhuwah, di antaranya, adalah sebagai berikut.

1. Tamak dan rakus terhadap dunia, terhadap apa-apa yang dimiliki orang lain.
Rasulullah saw. bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia, Allah akan mencintai kamu. Zuhudlah terhadap apa yang dimiliki oleh manusia, mereka akan mencintai kamu.” (HR Ibnu Majah).
Jika kamu tertimpa musibah, mintalah musyawarah kepada saudaramu dan jangan meminta apa yang engkau butuhkan. Sebab, jika saudara atau temanmu itu memahami keadaanmu, ia akan terketuk hatinya untuk menolongmu, tanpa harus meminta atau meneteskan air mata.

2. Maksiat dan meremehkan ketaatan.
Jika di dalam pergaulan tidak ada nuansa zikir dan ibadah, saling menasihati, mengingatkan dan memberi pelajaran, berarti pergaulan atau ikatan persahabatan itu telah gersang disebabkan oleh kerasnya hati. Hal itu bisa mengakibatkan terbukannya pintu-pintu kejahatan sehingga masing-masing akan saling menyibukkan diri dengan urusan yang lain. Padahal Rasulullah saw. bersabda, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak menzaliminya dan tidak menghinakannya. Demi Zat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, Tidaklah dua orang yang saling mengasihi, kemudian dipisahkan antara keduanya, kecuali hanya karena satu dosa yang dilakukan oleh salah seorang dari keduanya.” (HR Ahmad).
Ibnu Qayim, dalam kitab Al-Jawabul Kafi mengatakan, “Di antara akibat dari perbuatan maksiat adalah rasa gelisah (takut dan sedih) yang dirasakan oleh orang yang bermaksiat itu untuk bertemu dengan saudara-saudaranya.” Orang-orang ahli maksiat dan kemungkaran, pergaulan dan persahabatan tidak dibangun atas dasar ketakwaan melainkan atas dasar materi sehingga akan dengan mudah berubah menjadi permusuhan. Bahkan, hal itu nanti akan menjadi beban di hari kiamat. Allah SWT berfirman, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Az-Zukhruf: 67). Sedangkan persahabatan karena Allah, akan terus berlanjut sampai di surga, “… sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (Al-Hijr: 47).

3. Tidak menggunakan adab yang baik (syar’i) ketika berbicara.
Ketika berbicara dengan saudara atau kawan, hendaknya seseorang memilih perkataan yang paling baik. Allah berfirman, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, ‘Hendaklah mereka mengucapkan kata-kata yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia’.” (Al-Isra: 53). Dalam sebuah hadis, Nabi saw. bersabda, “Kalimah thayibah adalah shadaqah.” (HR Bukhari).

4. Tidak memperhatikan apabila ada yang mengajak berbicara dan memalingkan muka darinya. Seorang ulama salaf berkata, “Ada seseorang yang menyampaikan hadis sedangkan aku sudah mengetahui hal itu sebelum ia dilahirkan oleh ibunya. Akan tetapi, akhlak yang baik membawaku untuk tetap mendengarkannya hingga ia selesai berbicara.”

5. Banyak bercanda dan bersenda-gurau.
Berapa banyak orang yang putus hubungan satu sama lainnya hanya disebabkan oleh canda dan senda gurau.

6. Banyak berdebat dan berbantah-bantahan.
Terkadang hubungan persaudaraan terputus karena terjadinya perdebatan yang sengit yang bisa jadi itu adalah tipuan setan. Dengan alasan mempertahankan akidah dan prinsipnya, padahal sesungguhnya adalah mempertahankan dirinya dan kesombongannya. Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang paling dibenci di sisi Allah adalah yang keras dan besar permusuhannya.” (HR Bukhari dan Muslim). Orang yang banyak permusuhannya adalah yang suka menggelar perdebatan, adu argumen dan pendapat.
Tetapi, debat dengan cara yang baik untuk menerangkan kebenaran kepada orang yang bodoh, dan kepada ahli bidah, hal itu tidak masalah. Hanya saja, jika sudah melampaui batas, maka hal itu tidak diperbolehkan. Bahkan, jika perdebatan itu dilakukan untuk menunjukkan kehebatan diri, hal itu malah menjadi bukti akan lemahnya iman dan sedikitnya pengetahuan. Jadi, bisa saja dengan perdebatan ini, tali ukhuwah akan terurai dan hilang. Sebab, masing-masing merasa lebih kuat hujahnya dibanding yang lain.

7. Berbisik-bisik (pembicaraan rahasia).
Berbisik-bisik adalah merupakan hal yang sepele tetapi mempunyai pengaruh yang dalam bagi orang yang berpikiran ingin membina ikatan persaudaraan.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman berduka cita ….” (Al-Mujadalah: 10).
Rasulullah saw. bersabda, “Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang di antaranya berbisik-bisik tanpa mengajak orang yang ketiga karena itu akan bisa menyebabkannya bersedih.” (HR Bukhari dan Muslim).
Para ulama berkata, “Setan akan membisikkan kepadanya dan berkata, ‘Mereka itu membicarakanmu’.” Maka dari itu para ulama mensyaratkan agar meminta izin terlebih dahulu jika ingin berbisik-bisik (berbicara rahasia).


[Sumber: Diadaptasi dari Hal-Hal yang Merusak Ukhuwah, Syekh Saad al-Ghinaam]
http://www.alislam.or.id/comments.php?id=1877_0_4_0_C

Read More
 
Bloggerized by Blogger Template