kisah hikmah selembar bulu mata

Senin, 12 April 2010

Konon di Hari Pembalasan kelak, ada seorang hamba Allah sedang di adili. Ia dituduh bersalah, menyia-nyiakan umurnya di dunia untuk berbuat maksiat. Tetapi ia bersikeras membantah. "Tidak. Demi langit dan bumi sungguh tidak benar. Saya tidak melakukan semua itu."
"Tetapi saksi-saksi mengatakan engkau betul-betul telah menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam dosa," jawab malaikat. Orang itu menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu ke segenap penjuru. Tetapi anehnya, ia tidak menjumpai seorang saksi pun yg sedang berdiri. Di situ hanya ada dia sendirian. Makanya ia pun menyanggah, "Manakah saksi-saksi yg kau maksudkan? Di sini tdk ada siapa kecuali aku dan suaramu."
"Inilah saksi-saksi itu," ujar malaikat.
Tiba-tiba mata angkat bicara, "Saya yg memandangi." Disusul oleh
telinga, "Saya yg mendengarkan."
Hidung pun tidak ketinggalan, "Saya yang mencium." Bibir mengaku,
"Saya yang merayu."
Lidah menambah, "Saya yang mengisap." Tangan meneruskan, "Saya
yang meraba dan meremas."
Kaki menyusul, "Saya yang dipakai lari ketika ketahuan." "Nah kalau
kubiarkan, seluruh anggota tubuhmu akan memberikan kesaksian
tentang perbuatan aibmu itu", ucap malaikat. Orang tersebut tidak
dapat membuka sanggahannya lagi. Ia putus asa
dan amat berduka, sebab sebentar lagi bakal dijebloskan ke dalam
jahanam.
Padahal, rasa-rasanya ia telah terbebas dari tuduhan dosa itu.
Tatkala ia sedang dilanda kesedihan itu, sekonyong-konyong
terdengar
suara yg amat lembut dari selembar bulu matanya:
"Saya pun ingin juga mengangkat sumpah sebagai saksi."
"Silakan", kata malaikat.
"Terus terang saja, menjelang ajalnya, pada suatu tengh malam yg
lengang, aku pernah dibasahinya dengan air mata ketika ia sedang
menangis menyesali perbuatan buruknya. Bukankah nabinya pernah
berjanji, bahwa apabila ada seorang hamba kemudian bertobat,
walaupun selembar bulu matanya saja yg terbasahi air matanya,
namun sudah diharamkan dirinya dari ancaman api neraka? Maka
saya, selembar bulu matanya, berani tampil sebagai saksi bahwa ia
telah melakukan tobat sampai membasahi saya dengan air mata
penyesalan."
Konon, dengan kesaksian selembar bulu mata itu, orang tersebut
di bebaskan dari neraka dan diantarkan ke surga. Sampai terdengar
suara bergaung kepada para penghuni surga: "Lihatlah, Hamba Tuhan
ini masuk surga karena pertolongan selembar bulu mata."

Read More

Raihlah Surga Dengan Silaturrahim

Jumat, 09 April 2010

Dari Abu Hurairah r.a, Rosulullah saw bersabda, “Ada seorang laki-laki bersilaturahim ke saudaranya yang tinggal di desa lain, maka Allah mengutus seorang malaikat untuk menemuinya. Tatkala bertemu dengan lelaki tersebut maka malaikat bertanya, “Hendak kemanakah saudara?” Lelaki tersebut menjawab, “Saya ingin bersilaturahim ke saudaraku di desa ini.” Malaikat kembali bertanya, “Apakah kamu menziarahinya karena ada sesuatu kenikmatan yang akan engkau raih?“ Lelaki tersebut menjawab, “Tidak, saya melakukan silaturahim ini semata-mata kecintaan saya terhadapnya karena Allah.” Malaikat kemudian berkata, “ esungguhnya saya diutus Allah untuk menemui kamu untuk menyampaikan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena-Nya.” (HR. Muslim).

Sahabat, kehidupan ini merupakan aktivitas sosial yang harus dilakoni oleh setiap manusia karena ia merupakan makhluk sosial yang sangat bergantung terhadap sesama. Kehidupan ini akan sukses bilamana antar individu saling menghormati, menghargai, harmonis, dan bersaudara. Sebaliknya, ia akan gagal bilamana antar individu saling cekcok, buruk sangka, dan egois. Di sinilah perlu adanya perekat jika timbul ketidakharmonisan atau terjadi percekcokan dalam hubungan antara sesama manusia.

Maka, harus dilakukan suatu usaha untuk menentramkan kembali ikatan persaudaraan dengan melakukan silaturahim. Sekilas, silaturahmi merupakan hal yang sepele namun bila kita mau mengkaji dan mentadaburi ayat-ayat Allah swt dan sabda Rosulullah saw maka kita dapatkan keutamaan dan keistimewaan yang membangkitkan semangat salafunas-sholeh (generasi sebelum kita) untuk berlomba-lomba menerapkannya. Dalam salah satu perintah-Nya, Allah swt berfirman, “Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.” (QS. 4:1).

Dan pada ayat lainnya Allah menguatkan, “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. (QS. 13:21). Bahkan Rosulullah saw menandaskan bahwa hanya orang-orang yang beriman kepada Allah swt dan hari akherat yang paling gigih menerapkannya. Dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Rosulullah saw bersabda “… barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akherat maka lakukanlah silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalil di atas merupakan landasan syar’i akan perlunya silaturahim antar anggota masyarakat bahkan perintah yang semestinya kita terapkan. Dan bila kita kembali mengkaji dan mentadaburi pedoman hidup kita (Al Qur`an dan As Sunah), maka Allah dan Rosul-Nya tidak semata memerintahkan umatnya untuk menerapkan perintahnya tanpa memberi tahu keutamaan pelaksanaannya dan ancaman meninggalkan atau memutus hubungan silaturahmi.

Keutamaan silaturahmi

Diantara keutamaan yang akan diraih oleh orang yang selalu melakukan silahturahmi :

Akan diluaskan rizkinya. Rosulullah saw bersabda, “ Barang siapa yang suka diluaskan rizki dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.” HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud.

Akan diperpanjang umurnya.

Akan selalu berhubungan dengan Allah swt. Dari ‘Aisyah ra berkata, Rosulullah saw bersabda, "Silaturahmi itu tergantung di `Arsy (Singgasana Allah) seraya berkata: "Barangsiapa yang menyambungku maka Allah akan menyambung hubungan dengannya, dan barangsiapa yang memutuskanku maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya" (HR. Bukhari dan Muslim).

Akan dimasukan kedalam golongan yang beriman kepada Allah dan hari akherat. Dari Abu Hurairah ra sesunguhnya Rosulullah saw bersabda, Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akherat maka lakukanlah silaturahmi (HR. Bukharidan Muslim).

Sedangkan ancaman dan akibat yang akan didapat oleh orang yang memutus hubungan silaturahmi sbb :

Akan terputus hubungannya dengan Allah swt.

Rosulullah saw bersabda, dan barangsiapa yang memutuskanku maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya" (HR. Bukhari, dan Muslim).

Tidak termasuk golongan yang beriman kepada Allah swt dan hari akherat

Akan sempit rizkinya.

Akan pendek umurnya.

Akan dilaknat oleh Allah dan dimasukan kedalam neraka jahanam. (QS.13:25 & 47:22,23)

Tidak masuk surga. Dari Abu Muhammad Jubair bin Mut’im ra sesungguhnya Rosulullah saw bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Itulah beberapa keutamaan bagi orang yang melakukan silaturahmi dan ancaman bagi orang yang meninggalkannya.

Etika silaturahmi

Dalam melakukan silaturahmi kitapun harus memperhatikan beberapa etika silaturahmi sehingga membuahkan faidah yang baik bagi kedua belah pihak dan tidak mendzolimi teman yang kita ziarahi. Diantara etika tersebut :

Silaturahmi yang dilakukan semata-mata karena Allah swt bukan karena dunia atau tujuan lainnya. Mungkin kisah diatas merupakan gambaran nyata sebagai barometer suri tauladan.

Membawa hadiah untuk saudara yang akan diziarahi. Rosulullah saw bersabada, Saling berbagi hadiahlah diantara kalian maka kalian akan saling mencintai.

Memperhatikan waktu silaturahmi. bila kita ingin bersilaturahmi maka kita harus memperhatian objek yang kita akan diziarahi, karena antar individu berbeda dalam jadwal kerja dan aktivitas. Mungkin di antara mereka ada yang bisa menerima tamu pada waktu asar namun diantara mereka tidak bias menerimanya.

Dan hal yang sangat penting adalah masa ziarah yang kadang kita kebablasan sedangkan tuan rumah memiliki aktivitas lain yang harus dikerjakan dan malu untuk mengungkapkannya karena takut akan menimbulkan persepsi negatif penziarah terhadap dirinya.

Inilah beberapa hal tentang silaturahmi, semoga hal ini bisa memacu kita untuk berlomba-lomba dalam menerapkannya, Amin.

sumber : alhikmah.com [25.09.2002]

Read More

Jihad Tidak Sama Dengan Terorisme

Tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan (termasuk Islam). Akan tetapi ketika terjadi ketegangan atau konflik, agama kerap kali dijadikan alat legitimasi. Sehingga tidak jarang agama (Islam) dimusuhi, dibenci, disisihkan bahkan diperangi. Hal ini juga dialami para pemeluknya, termasuk 17 aktivis Islam yang dituduh sebagai teroris yang kemudian ditangkap meski hukum acara yang dipraktekkan oleh penegak hukum menyalahi KUHAP.

Agaknya itulah fenomena yang dihadapi Islam saat ini. Pasca tragedi WTC, pengeboman Legian-Kuta- Bali, pengeboman hotel JW Marriot mau tidak mau, Islam khususnya kaum fundamentalis dijuluki sebagai teroris untuk kesekian kalinya. Hal ini seolah mendapat justifikasi ketika para sosok fundamentalis seperti Usamah bin Laden, Abu Bakar Ba’asyir, Imam Samudera dan kawan-kawannya dijadikan tersangka dan dijatuhi vonis atas tindak kriminal tersebut.

Di sisi lain ada pihak yang melegitimasi tindakan tersebut dengan menganggapnya sebuah perjuangan suci (jihad), diridhai Tuhan, sehingga bebas dari dosa. Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa seakan Islam memuat doktrin-doktrin suci yang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan.

Maka, secara langsung atau tidak dengan bantuan pers Barat, dapat menggiring opini masyarakat, terutama kalangan barat (non muslim) bahwa Islam adalah agama yang patut dibasmi karena ajarannya sarat dengan kekerasan. Sehingga tidak mengherankan kalau akhirnya mengundang reaksi kalangan Barat utuk merubah paradigma, war againts terrorisme menjadi, war againts Islam.

Sungguh ironis, bagaimana mungkin Islam sebagai rahmatan lil alamin, sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian, diberi ajektif sebagai agama para teroris hanya karena pemahaman yang kurang tepat akan arti fundamentalisme dan makna Jihad. Keduanya dianggap sebagai momok oleh dunia Barat.

Pada dasarnya fundamentalisme dilihat dari perspektif teologis adalah sebagai bentuk penghayatan seseorang atas ajaran agamanya dan pendasaran seluruh pandangan dunianya, nilai-nilai hidupnya pada ajaran agamanya dengan memahaminya secara skipturalis (Suseno.2002). Sedangkan terorisme adalah berbagai bentuk tindakan yang bertujuan untuk menebarkan ketakutan, keresahan dalam masyarakat dalam bentuk intimidasi.

Menurut Goddard (2002), fundamentalisme mempunyai banyak arti dilihat dari perspektif yang berbeda. Secara teologis, ia berarti paradigma mengenai kitab suci dan bagaimana paradigma tersebut terbentuk. Secara filosofis, ia berarti suatu paradigma yang mengecam studi kritis terhadap kitab suci. Secara sosiologis ia terkait dengan fenomena sektarianisme yang menganggap bahwa people outgroup bukan orang yang beriman. Dalam perspektif historis ia berarti sebuah bentuk keagamaan yang konservatif atau kembali pada asal-usul keimanan. Dan secara politik ia berarti revolusi atas nama agama, dengan kata lain seseorang atau sebuah kelompok dianggap sebagai kaum Fundamentalis apabila mereka menentang pemerintah yang sekuler dan pro-Barat.

Jadi menurut Goddard, penggunaan kata fundamentalisme tidak bisa digunakan secara sembarangan karena terkait dengan perspektif yang digunakan. Seorang muslim atu kristen bisa disebut sebagai fundamentalis di satu sisi dan tidak dari sisi yang lain.

Disamping itu hal yang dianggap momok oleh dunia Barat adalah Jihad. Memang selama ini term Jihad kerap disalah pahami, baik oleh kalangan umat Islam maupun oleh kalangan Barat (non muslim). Sebenarnya, jihad menempati posisi yang sangat urgen dalam Islam sebagai mekanisme defensif {mempertahankan diri}.

Tetapi tidak jarang jihad dimaknai dan dipraktekkan sebagai alat untuk menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan. Jihad yang mempunyai makna yang cukup luas, kemudian direduksi dan dipahami sebagi perang fisik semata. Akhirnya tidak heran ketika orang mendengar kata jihad yang terbayang adalah kemarahan membabi buta, lepas dari nilai etika dan syariah disertai pekik Allahu Akbar.

Menurut Wahbah Zuhaily dalam fiqh al islamy wa adillatuh, jihad berasal dari bahasa Arab yang berarti pengerahan seluruh potensi dalam menangkis serangan musuh, baik musuh yang berwujud manusia yang memerangi Islam, setan {segala bentuk kebatilan} atau diri sendiri {hawa nafsu}. Selain itu jihad juga mencakup segala bentuk usaha yang maksimal dan optimal untuk penerapan dan penegakan Islam, pemberantasan kedzaliman, ketidakadilan terhadap diri pribadi maupun masyarakat secara umum. Dalam bahasa Qur’an populer dengan istilah amar maruf nahi munkar.

Menurut M.Quraish shihab (1998) yang tidak berbeda dengan Ibnu Qayyim, ada tiga bentuk jihad berdasarkan pelaksanaannya :

Pertama, jihad mutlak yaitu berupa peperangan fisik melawan musuh dengan syarat peperangan tersebut harus dilakukan karena faktor defensif dan tidak berlebih-lebihan (QS.2: 190), untuk menghilangkan fitnah {QS.2:193}, untuk menciptakan perdamaian {QS.8:61}, dan untuk mewujudkan kemaslahatan dan keadilan (QS.60:8).

Kedua, jihad hujjah, Ibn Taimiyah menyebutnya sebagai al jihad bi al ilm wa al bayan (jihad dengan ilmu pengetahuan dan argumentasi). Oleh karena itu, jihad model ini mencakup perjuangan dalam hal intelektual (ijtihad) atau bisa berbentuk dialog atau diskusi argumentatif dengan pemeluk agama lain (QS.58:11), (QS.3:7), (QS.4:162).

Ketiga, jihad amm yang mencakup perjuangan di semua aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial dan bidang kehidupan lainnya.

Selain itu, seperti halnya diriwayatkan oleh Baihaqi dari jabir bin Abdillah bahwasanya rasul membagi bentuk jihad menjadi dua yaitu jihad akbar (perang melawan diri sendiri/hawa nafsu) dan jihad asghar (perang fisik).

Jadi, jihad bukanlah sekedar perang disertai pekik Allahu Akbar, Lebih dari itu, jihad merupakan suatu bentuk konsekwensi religius. Jihad bukanlah sebuah mekanisme balas dendam atau sebuah bentuk ekspresi kemarahan yang menggila dan membabi buta. Tetapi jihad adalah upaya maksimal dan optimal untuk menegakkan harkat dan martabat kemanusiaan, serta membebaskannya dari segala bentuk eksploitasi, kedzaliman, kebatilan dan ketidakadilan.

Jadi, penegakan dan pelaksanaan jihad jika diartikan sebagai perang, maka tidak boleh lepas dari sejumlah aturan etika, moralitas, aturan kemanusiaan serta tidak boleh keluar dari koridor syariah (QS.8:39), (QS.2:190).

Anallisa wacana jihad di atas bermaksud untuk membuktikan bahwa konsep jihad bukanlah terorisme. Akhirnya diperlukan suatu usaha untuk menghadirkan Islam yang ramah dan membebaskan Islam dari ajektif sarang teroris. Diantaranya,

Pertama; yang perlu dilakukan bukanlah menghapuskan konsep jihad atau menghapus mata pelajaran fiqh al jihad dari kurikulum pesantren atau lembaga-lemgaga pendidikan Islam. Melainkan sangat diharapkan kepada para ulama, dai, para pendidik atau pengajar agar tidak menghadirkan makna jihad sebagai perang fisik semata kepada umat atau anak didik mereka.

Selain itu diharapkan kepada meraka agar menghadirkan ayat-ayat dan hadits yang berkaitan dengan jihad secara komprehensip dan bukan secara snapshot. Karena ayat-ayat tersebut saling berkaitan dan saling menjelaskan satu sama lain. Akan sangat berbahaya jika ayat-ayat tersebut dihadirkan secara sepotong-sepotong..

Kedua, perlu adanya kerja sama dengan media massa, agar menghadirkan pemberitaan yang obyektif dan tidak serta-merta ikut-ikutan memviktim agama tertentu begitu kekerasan terjadi dan memblow up nya secara besar-besaran demi mengejar oplah. Selain itu Islam harus berani memperkenalkan diri di tengah media Barat. Hal ini penting agar Barat mengetahui the real Islam dan bukan Islam versi mereka.

Ketiga, perlu dilakukan dialog antara Islam dan Barat. Bukan hanya dialog yang berkaitan dengan masalah sosial-kemanusiaan tetapi dialog yang menembus wilayah teologis (Akbar S Ahmed. 2002). Hal ini bertujuan agar Islam mengetahui Barat yang sesungguhnya dan sebaliknya agar Barat tidak hanya mengetahui Islam perspektif mereka tetapi juga Islam yang sebenarnya.

Keempat, menuntut pemerintah (dalam konteks Indonesia) untuk menciptakan tatanan sosial yang berkeadilan. Karena kekerasan {termasuk kekerasan yang mengatasnamakan agama} seringkali terjadi sebagai suatu bentuk kekecewaan terhadap ketidak adilan (Azyumardi Azra. 2002).

Akhirnya perlu diyakinkan bahwa Islam tidak pernah mengajarkan dan melegitimasi segala bentuk kekerasan, pemaksaan dan pertumpahan darah, karena perbuatan tersebut sangat kontraproduktif dengan ajaran Islam yang mengajarkan toleransi, kebebasan, rahmat dan hikmat (QS.2:216). Adapun kekerasan yang diklaim sebagai bentuk terorisme selama ini adalah perbuatan manusianya dan bukan ajaran agama.

Wallahu a’lam bisshawab.

*Penulis adalah mahasiswa FAI-UMM
Sekbid IPTEK IMM Cabang Malang

sumber : alhikmah.com [19.04.2004]

Read More

Kedahsyatan do'a

Senin, 05 April 2010

oleh : KH Abdullah Gymnastiar

Alhamdulillaahirabbil'aalamiin, Allahuma shalli 'ala Muhammad waala aalihi washaabihii ajmai'iin.

Alhamdulillaahirabbil'aalamiin, Allahuma shalli 'ala Muhammad waala aalihi washaabihii ajmai'iin.

Saudaraku yang budiman sesungguhnya kerugian yang amat besar bagi siapapun diantara orang-orang beriman yang tidak menyadari dan memanfaatkan secara optimal kekuatan do’a. karena do’a sudah dirancang sedemikian rupa oleh Allah Swt. menjadi pendamping yang kokoh dan strategis bagi kesuksesan dunia dan akhirat. Perlu diketahui pula bahwa orang yang tidak memiliki keyakinan kepada Allah dan hari akhirat (tidak beriman), kekuatan do’a ini tidak berlaku sama sekali.

Ketahuilah bahwa menyikapi hidup ini tidak cukup mengandalkan kekuatan akal pikiran saja, karena sangat banyak hal yang tidak kita ketahui daripada yang kita ketahui. Kita tidak tahu bencana apa yang akan menimpa kita hari ini atau esok, tak tahu isi hati orang yang ada disekitar kita, dan banyak lagi hal-hal yang tidak kita ketahui. Makanya akan sangat tidak cukup bila mengandalkan kekutan dan ketangkasan jasmani kita, apalah artinya kehebatan tubuh yang bisa roboh seketika jika diterjang peluru atau menjadi lemah tak berdaya akibat diserang virus yang kecil mungil dan tidak terlihat.

Allah Maha Mengetahui apa pun yang akan terjadi, Maha Mengetahui segala yang tidak diketahui, dan Maha Kuasa untuk memberi tahu atau mencegah perbuatan apa pun sekehendak-Nya. Dan Dia menjanjikan akan menolong orang yang berdo’a, meminta kepada-Nya dan janjinya ini pasti benar, subhanallah, sungguh Allah tidak akan mengingakari janji-Nya. "Innallaha la yuhliful mi’aad." (Sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janjinya) (QS. Ali-Imran(3):9).

Dan Allah menggolongkan bahwa keengganan berdo’a, meminta, berharap, dan berlindung kepada-Nya adalah tanda-tanda keangkuhan dan kesombongan seseorang. Sebab sungguh ia telah merasa bahwa dirinya sanggup berbuat apa pun dengan kekuatan yang dimilikinya, padahal kelebihan apapun yang dimilikinya sesungguhnya hanyalah milik Allah, yang setiap saat bisa diambilnya tanpa bisa ditahan oleh siapapun.

Sunnguh, do’a-do’a yang kita panjatkan adalah suatu wujud penyerahan diri kita kepada Allah atas semua persoalan yang kita hadapi. Tentu saja pendapat yang sangat salah bila ada orang yang mengatakan bahwa aktivitas berdo’a merupakan sikap orang yang lemah atau orang yang bodoh yang tiada tahu jalan mana yang harus dilalui, atau ada pula yang mengatakan sebagai suatu upacara yang boleh dilakukan atau boleh ditinggalkan. Berdo’a adalah aktivitas ibadah yang diperintahkan oleh Allah Swt.

Firman-Nya, "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa sesungguhnya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.’ (QS. Al-Baqarah(2):186). (and/yn) © 2003


Manajemenqolbu.com

Read More

Bersabar Dalam Kesedihan

oleh : KH Abdullah Gymnastiar

Alhamdulillaahirabbil'aalamiin, Allahuma shalli 'ala Muhammad wa'ala aalihi washahbihii ajmai'iin.

Saudaraku yang baik, kesedihan adalah perangkat yang akan memperindah hidup kita. Ada kalanya kesedihan bisa membuat kita mengevaluasi diri kita. Dan, tidak jarang pula dengan kesedihan, justru membuat kita semakin akrab dengan Sang Maha Pencipta, Allah Swt.

Namun, kesedihan dapat juga berakibat buruk, jikalau kita selalu mengekpresikannya kepada siapapun, atau menceritakan kepada orang yang kita temui. Bahkan tidak jarang kita turut mendramatisir, sehingga kita lebih menderita daripada kesedihan yang sesungguhnya.
Saudara, pemimpin sejati yakni pemimpin yang bisa memimpin bawahannya. Yang dapat merasakan penderitaan yang dipimpinnya. Pemimpin sejati tidak menghiba-hiba atau meminta belas kasihan orang lain, karena hanya akan menjadi sesuatu yang menghinakan dirinya. Saudaraku, kesedihan hanyalah sebuah episode, yang akan mengangkat derajat kita. Dengan syarat, kita menyikapinya dengan penuh kesabaran. Wallahu a’lam. (and/) © 2003***

manajemenqolbu.com

Read More

Nikah Sirri, sahkah??

ada sebuah pertanyaan seseorang kepada seorang ustadz yang berbunyi,
Assalaamu'alaikum wr. wb.

Ustadz, saya punya seorang teman (perempuan) yang menikah baru-baru ini. Tetapi pernikahannya itu disembunyikan, terutama dari orangtuanya. Ia menikah dengan seorang wali hakim. Alasannya segera menikah adalah karena ia khawatir akan terus-menerus melanggar syariah bila tidak segera menikah (sangat dekat dengan pacarnya). Dan alasannya menyembunyikan dari orang tua karena khawatir orangtuanya akan marah besar. Dulu ia sudah pernah meminta izin tetapi tidak diizinkan dengan alasan kakak perempuannya belum menikah.

Apakah pernikahannya sah ustadz?
maka jawaban sang ustadz
Assalamu 'alaikum Wr. Wb.
Bismillah, Washshaltu Wassalamu 'ala Rasulillah, Waba'du.

Apa yang dikatakan oleh teman anda bahwa dia menikah dengan wali hakim adalah sebuah kesalahan besar. Sebab yang namanya hakim tidak mungkin akan gegabah menikah anak gadis orang begitu saja. Apalagi tanpa persetujuan wali ayah kandungnya. Sebab hanya gadis yang tidak punya wali sama sekali saja yang boleh dinikahkan oleh wali hakim.

Siapakah hakim yang dimaksudnya? Resmikah dia sebagai wakil dari sultan sebagaimana dalam hadits rasulullah SAW?

Seorang hakim barulah punya hak untuk menikahkan seorang gadis manakala dia sudah memastikan bahwa ayah sang gadis itu memang telah wafat, hilang yang tidak jelas kapan kembalinya atau pun murtad/bukan muslim. Namun bila ayah kandung tidak ada, masih ada sekian banyak lagi orang lainnya yang masih anggota keluarga gadis yang masih berhak menjadi wali. Bila semua itu tidak ada satu pun barulah si hakim secara formal kenegaraan berhak untuk menjadikan dirinya sebagai wali atas pernikahan gadis itu.

Adapun orang tertentu yang mengangkat dirinya menjadi hakim untuk menikahkan seorang gadis yang masih ada ayah dan para wali lainnya, tentu merupakan perbuatan dosa dan diancam azab oleh Allah SWT. Sebab pernikahan itu tidak syah dan sama saja dengan zina yang diharamkan. Siapa pun orangnya, manakala menikahkan anak gadis orang begitu saja dengan melangkahi wali yang asli, maka jelaslah kesalahannya.

Wallahu a'lam bishshawab, Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.

Ahmad Sarwat, Lc.

eramuslim [15/06/2004]

Read More

Apakah Tuhan Ada?

Dalam sebuah pesta ulang tahun anak komunis yang kaya raya di rumahnya, ia sengaja mengumpulkan anak-anak di sekitarnya dan ingin merusak pola pikir mereka agar tidak mengenal Tuhan. Salah satu anak seorang kiai terkenal diundang juga. Setelah anak-anak kumpul, sang komunis berkata:

"Anak-anak sekalian, Om mau tanya, 'Apakah Tuhan itu ada?' Ayo jawab siapa yang bisa menjawab Om kasih uang 500 ribu."

"Tuhan itu ada Om," teriak salah seorang anak yang mengharapkan hadiah uang.

"Kalau ada, coba kamu minta uang sama Tuhan," ujar sang komunis menguji jawaban anak itu. Namun sang anak malah bingung dan diam.

"Kenapa diam? pasti Tuhan tidak memberi kamu uang kan? Nah, coba kalau kamu minta uang sama Om."

"Om, minta uangnya dong," ujar anak tadi.

Lalu sang komunis itu segera memberikan selembar uang 100-an ribu.

"Nah, jadi Tuhan itu tidak ada, karena tidak dapat memberi kalian uang. Setuju enggak."

"Setuju...!!" Teriak anak-anak itu lalu mereka minta uang.

Sang komunis segera memberikan uang-uangnya.

Tiba-tiba terdengar jeritan, semua yang hadir menuju tempat tersebut. Ternyata anjing kesayangan sang komunis itu sedang sekarat akibat keracunan makanan. Sang komunis sangat sedih dan menangis.

"Maaf Om, bisakah Om menghidupkan anjing kesayangan Om itu?" tanya anak seorang kiai makrifat.

Sang komunis itu hanya terdiam sambil terus menangis. Lalu anak sang kiai itu berdoa dengan suara kencang.

"Ya Tuhan, tolonglah Om ini. Dia kebingungan karena anjingnya Kau buat sekarat. Ya Tuhan hidupkanlah anjing ini... karena aku yakin Tuhan itu ada."

Usai sang anak berdoa, dengan izin Tuhan, anjing yang sekarat itu mulai membaik. Semua yang hadir tersentak kaget. Sang komunis tersenyum senang.

"Ini nak, uang satu juta buat kamu. Karena kamu sudah menolong anjing Om," ujar sang komunis sambil memberikan uangnya.

"Tidak Om, terima kasih. Ternyata Tuhan itu memang ada, kan Om?" Kata sang anak itu lalu pergi pulang. Diikuti anak-anak yang lain sambil melempar uang 100 ribu yang dipegangnya.


Adu Kesombongan Tiga orang tua sedang berkumpul di sebuah rumah seorang kiai. Kebetulan ketiga orang ini termasuk yang sukses secara materi, mereka berbincang-bincang dengan seru.

Orang tua pertama, berkata, "Alhamdulillah, Allah telah memberikan aku rezeki yang berlimpah ruah. Hidupku sangat bahagia, punya 5 rumah mewah, kendaraan mewah 8 buah dan 15 perusahaan yang dikelola anak-anakku."

Orang tua kedua, "Saya juga sangat bersyukur, lima anak saya bergelar doktor. Mereka menjadi rebutan para pengusaha terkenal, gaji mereka di atas 30 juta. Saya sebagai orang tuanya hidup sangat bahagia."

Orang tua ketiga, "Alhamdulillah, saya ini punya istri empat dan 8 anak. Semua anak saya sudah mapan, 4 orang menjadi asisten menteri, 4 orang menjadi direktur di perusahaan asing. Mereka semuanya sangat baik, jadi saya bisa bermain ke mana saja dengan fasilitas anak-anak."

Dan pak kiai pun ikut berkata, "Wah, Alhamdulillah semua yang saya dengar dari bapak-bapak sangat hebat. Kalau saya jujur saja, di dunia ini belum ada yang bisa dibanggakan. Ibadah saya masih bolong-bolong, puasa suka tidak penuh, amal sangat sedikit. Bagaimana saya bisa hidup enak seperti bapak-bapak ini? Mudah-mudahan, saya bisa ikut menyombongkan diri kepada bapak-bapak di akhirat nanti. Soalnya saya baru bisa melihat sukses atau tidak hidup saya dan miskin atau kaya, baru nanti di akhirat kelak. Jadi saya tidak bisa sombong sekarang."

Ketiga orang tua itu tersenyum kecut penuh malu.

[dari guyon orang-orang makrifat, wibi ar]

republika : Jumat, 19 Desember 2003

Read More
 
Bloggerized by Blogger Template