Besar Cinta Rasulullah Kepada Umatnya

Senin, 29 Maret 2010

Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang
dicontohkan Allah lewat Detik-detik Rasulullah saw menjelang sakratul
kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah
mulai menguning,
burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap.
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan
petuah, "Wahai
umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta
kasih-Nya.
Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua
hal pada kalian,
sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku,

berati mencintai
aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan
bersama-sama masuk
surga bersama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata
Rasulullah yang
teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar
menatap mata itu dengan
berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas
dan tangisnya.
Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan
kepalanya
dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.
"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati
semua sahabat
kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan

tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal
dengan sigap
menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari
mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti
akan menahan
detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi,

tapi pintu Rasulullah
masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang
terbaring lemah
dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi
pelepah kurma yang
menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang
berseru mengucapkan
salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak
mengizinkannya
masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah

yang membalikkan
badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata
sudah membuka mata
dan bertanya pada Fatimah,"Siapakah itu wahai anakku?"

"Tak tahulah aku
ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya,"
tutur Fatimah
lembut.
Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan

yang
menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak
di kenang. "Ketahuilah,
dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah
yang memisahkan
pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata
Rasulullah, Fatimah pun
menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah
menanyakan kenapa
Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril

yang sebelumnya
sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh
kekasih Allah dan penghulu
dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?"
Tanya Rasululllah
dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit
telah terbuka, para
malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka
lebar menanti
kedatanganmu," kata jibril.
Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya

masih penuh
kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar kabar ini?"
Tanya Jibril lagi.
"Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah
berfirman kepadaku:
'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat
Muhammad telah berada
didalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan
tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah
bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit
sakaratul maut ini."
Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang
di sampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka.
"Jijikkah kau melihatku,
hingga kaupalingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah
pada Malaikat
pengantar wahyu itu. " Siapakah yang tega, melihat
kekasih Allah direnggut
ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena

sakit yang tak
tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat niat maut ini,
timpakan saja semua
siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan
Rasulullah mulai
dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar
seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera
mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku,
peliharalah shalat dan
santuni orang-orang
lemah di antaramu."
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan,
sahabat saling
berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan

Ali kembali mendekatkan
telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku,
umatku"
Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini,
mampukah kita
mencinta sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa

baarik wa salim
'alaihi
* * *
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Kirimkan
kepada sahabat-2
muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk mencintai
Allah dan RasulNya,
seperti Allah dan Rasulnya mencinta kita. Karena
sesungguhnya selain
daripada itu hanyalah fana belaka.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Bloggerized by Blogger Template