Dunia Itu Ibarat Mimpi

Senin, 12 September 2011


Seorang laki-laki menulis surat untuk temannya, “kehidupan di dunia adalah sebuah mimpi, sedangkan akhirat adalah yang sebenarnya, sementara pertengahannya adalah kematian.
Saudara-saudaraku, lihatlah tahun-tahun yang telah kita lalui sepanjang hidup dan lihat betapa sering waktu itu hilang dengan kegembiraan, kesedihan, kemanisan, dan kegetiran. Akan tetapi perhitungan akan tiba.
Jangan memimpikan dunia lain
Karena hiasan yang indah bukan main
Juga jangan kepada waktu bermain,
Membawa kesenangan lari secepat mungkin
Masa memang paling cepat perputarannya bagi manusia,
Sudah jelas apa yang dikerjakannya
Berapa orang yang telah binasa
Yang ada hanyalah ujung kematiannya
Berapa pula yang mengikuti gerak pedang
Di ujungnya nyawanya melayang

Diriwayatkan dari Dirar bin Murrah, bahwa iblis berkata, “Jika aku berhasil menggoda manusia melakukan tiga hal, maka itulah segala yang aku butuhkan. Membuatnya lupa akan dosa, menganggap amal baiknya sudah terlalu banyak, dan berbangga dengan pendapatnya.”
Seorang salaf berkata,”hati hati terhadap kehidupan dunia karena sihirnya lebih licik daripada Harut dan Marut. Keduanya hanya menceraikan suami dan istrinya, sedangkan kehidupan dunia telah menceraikan manusia dengan Rabbnya.”
Abu Darda’ berkata, “Setiap orang memiliki kekurangan dalam ilmu dan kebijaksanaan. Jika kekayaannya meningkat, dia menjadi sangat senang sepanjang siang dan malam bekerja keras menghabiskan waktu hidupnya. Padahal kebaikan apakah yang dapat diperoleh dari kekayaan yang bertambah dan masa hidup yang berkurang?”
Banyak orang yang menjadi sangat tertekan ketika salah satu kenikmatan dunia terlewatkan darinya. Tetapi, hanya sedikit yang menyesal terhadap masa hidupnya yang terlewat begitu cepat.
Yahya bin Mu’adz berkata, “Aku sangat terheran heran kepada orang yang menyesal karena kekurangan harta. Namun, tidak menyesali umurnya yang berkurang.”
Belum pernah kita melihat atau mendengar ada orang yang meratapi malam-malamnya dengan menyesali umurnya yang berkurang atau waktunya yang telah berlalu. Tapi yang banyak kita lihat justru meratapi kekurangan hartanya. Lalu dimana posisi dia terhadap pergantian alam setelah selang waktu yang tidak lama lagi ini? Dimana pula posisi mereka terhadap perhitungan dan pembalasan?
Al-Hasan mengatakan,”Seseorang yang kekayaannya meningkat, dosanya juga meningkat; dan orang yang banyak bicara, banyak bohongnya. Adapun orang yang mudah marah menyiksa dirinya sendiri, karena jiwanya yang buruk.”
Dikutip dari Buku “perjalanan menjemput ajal:” karya Abdul Malik Al Qasim.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Bloggerized by Blogger Template